Saturday, December 26, 2009

Remember The Vintages

These Classic Vintage Ads for CHANEL
The art... The beauty... The originality...












Tuesday, December 22, 2009

The Signature Persona"



THE EARTH DRAGON

Earth Dragons make great managers because they are practical, levelheaded and demonstrate a knack for organizing. They still have the need to dictate and be admired, but they are affable, congenial and supportive. Compared to other Dragons, Earth Dragons are less likely to breathe fire at the least irritation. They will work diligently to complete their life goals. The Earth element adds a greater portion of self-control to the Dragon's personality and usually the Earth Dragon is deserving of the respect he or she desires. These Dragons take their life and romantic responsibilities quite seriously.

Saturday, December 19, 2009

Somehow it's hard to show all of our feeling, deeply inside.

the way each person changed, the way we all grew..

it's funny,.. remembering how we back then just wanted to grew up fast..

yet after reached it, all you can only think about is wondering,.. why do people have to be a grown up?

and you started to asked that again,

Friday, November 27, 2009

Membangun Dialog Antaragama

Kalimat ini ku-kutip dari sebuah rubrik harian cetak di Indonesia, Kompas.
Ibu menyuruhku membaca catatan ini pagi tadi, semula kupikir dengan pribadi ibuku yang semakin dalam mempelajari akan 'keyakinan agamanya' (di usianya yang semakin tua, adalah hal yang wajar bagiku jika para orangtua lebih banyak menghabiskan waktu mereka dalam kegiatan keagamaan masing-masing; aku percaya itu bisa membantu menenangkan hati' beliau saat merasa gundah/kuatir akan berbagai pikiran mengenai anak-anaknya dalam menghadapi dunia) pastilah catatan ini lebih bersifat subjektif pada keyakinan kami. Hm..akan kubaca nanti saja, pikirku.
Namun segera setelah aku menyelesaikan segala urusan surat-menyurat dengan email dan sebagainya; mataku terpaku pada bacaan tersebut. Dengan foto seorang Kardinal di sampingnya, apa betul artikel ini sungguh mengacu terhadap agama tertentu sedangkan penyampaiannya melalui harian cetak nasional?? ah...rasanya tidak mungkin ya.

Ini tentang bagaimana kita belajar membangun sebuah dialog antaragama tanpa memandangnya sebagai salah satu strategi untuk menarik orang lain menjadi pemeluk agama tertentu. Melandaskan 'cinta' sebagai dasarnya. Membutuhkan ketulusan, keikhlasan, serta tingkat pemikiran yang matang sebagai kerangkanya.

satu hal yang membuatku tersenyum pagi ini, catatan mengenai satu kata' yang selama ini ada di kepalaku, tetapi pikiranku tidak pernah sampai memproses akibat jangka panjangnya :)

sifat toleransi adalah merumuskan batas.
tujuannya yaitu untuk menghindari konflik.
namun, ketika batasan itu 'tersentuh
konflik mudah terjadi.
sebaliknya dengan cinta, ia tidak memiliki batasan itu. . .

***

apakah itu kita..?

Beautiful notes from my friend, her name's Windy. She wrote this and shared this to us. I think I should post it here too..in case when I am feeling down, I know that I never walk this world alone. . .

Apakah Itu Kamu

Lama pertanyaan ini mengganyut di benak. Tentang kamu. Seorang—atau sebenda—yang tak cukup kata untuk dirapal. Bahkan terkadang kupikir, bahasa apa pun tak akan mampu mendeskripsikanmu dalam tunggal.

Bagiku, kamu absolut tapi penuh relativitas.

Kamu hadir dari balik ketidaksadaran. Menyelinap sopan tanpa disadari. Tiba-tiba, di sanalah kamu berdiam. Terus menatap, tanpa bicara.

Kadang aku rikuh dengan semua kesabaranmu. Keberadaanmu yang timbul-tenggelam. Antara ada dan tiada. Namun, pada saat tak terduga, menyeruak masuk dan mengendalikan semuanya. Tanpa diundang. Sialnya, kamu tahu, memang hanya kamu yang mampu melakukannya.

Tak perlu ajakan. Karena bahasa itu tak ada dalam kamusmu. Kamu selalu diinginkan, begitulah menurutmu. Jadi, aku biarkan saja kamu di sana. Memilih tempatmu sendiri. Menjadi penonton setiaku. Bukan, pecinta setiaku. Ini kelakarku. Dan saat itu kaubilang tak apa. Tak ada bedanya. Cinta itu tetap ada di situ. Tak perlu dicari, siapa mencintai siapa, siapa dicintai siapa.

Katamu, kamu selalu cinta aku. Banyak hal yang bisa berubah di dunia ini, tetapi ada satu yang selalu sama. Dari dulu sampai sekarang. Kamu selalu mencintaiku. ‘Aku ini cinta matimu,’ bisikmu malam itu lewat angin. ‘Bagaimana kalau aku yang cinta matimu?’ tanyaku, tak mau kalah. Kamu tersenyum simpul. Senyum yang dikulum itu selalu aku suka. ‘Tak ada bedanya, bagiku,’ jawabmu tenang, membuat ego kemanusiaan menguap entah ke mana.

Jadi, sampai aku mati, bahkan di sebuah kehidupan yang abadi kelak, kau jaminkan cintamu itu tak akan berubah. ‘Hanya kepadaku, kamu selalu pulang,’ ujarmu yakin.
Entah kenapa, alpa begitu lekat pada diri manusia. Aku alpa akan kamu. Kadang, memang ada rindu, namun gampang pula aku tak hirau. Nanti saja. Toh kamu selalu ada di sana.

Ya, kau selalu ada di sana, bukan?

***

‘Kapan kau akan meninggalkanku?’ tanyaku setelah sekian lama aku tak menemuimu.
‘Apa itu kapan?’
‘Kau tak muak dengan semua sifatku? Aku pelupa, aku sombong, bahkan mungkin, aku tak cinta kepadamu,’ kataku di suatu malam. Kita berdua duduk dalam gelap. Kau mendekapku. Semesta terasa kecil. Aku seperti satu di antara ribuan bintang yang melihat bumi dari sebuah sudut di jagat raya.
‘Sudah kubilang, aku ini cinta matimu. Aku ini tempat kau selalu pulang. Aku ini kekasih abadimu.’

Aku seperti melangkah di udara. Melayang. Melambung. Terbang ke galaksi. Semesta seperti bernyanyi. Itu kidung cinta yang indah. Kaubilang, bintang di sebelah kejora tersipu mendengarnya. ‘Lihat, pipinya memerah.’
Aku tertawa. ‘Itu Mars,’ kataku.

‘Kamulah Mars itu,’ jawabmu. ‘Kau tak perlu menjadi kejora untuk tampak cemerlang. Seperti Mars, kamu memang sudah berbeda dari sananya. Siapa pun menyadari keberadaanmu. Tak perlu menunggu langit cerah.
Kau berteman dengan malam. Kau bersahabat dengan gelap. Keduanya tak akan melenyapkanmu. Keduanya memantapkanmu.’

‘Dan seperti itulah aku bagimu,’ bisikmu. ‘Menguatkanmu, sekaligus melemahkanmu.’

Aku berusaha mencari matamu. Tapi yang kutemukan hanya dalam. Dalam yang tak berdasar.

‘Bagaimana aku bisa tahu itu kamu?’ tanyaku.
‘Apakah kau bisa mendengar suara angin?’
‘Apakah itu kamu?’
‘Bukan. Tapi, kalau kau mendengar angin serupa bunyi seruling, dan kau bisa melihatnya, saat itu kau tahu, aku sesuatu yang paling abadi untukmu.’

Melihat angin? You must be kidding me!

‘Apakah itu mungkin?’

‘Bukan mungkin, melainkan bisa.’ Katamu, kadang aku hanya ingin melihat sesuatu yang berwujud fisik saja. Padahal, keberadaan sesuatu bisa saja tidak kasat mata. Seperti cinta. kau tak tahu seperti apa rupa cinta. tapi cinta yang terbesar, bisa kau lihat dalam diriku, yang menjelma dalam dirimu.

‘Kamu memang pujangga ulung.’ Aku melengos.
‘Bahasa memang tercipta untuk memuja keindahanku.’ Lagi, kamu tersenyum. ‘Tapi kau tahu, tak ada bahasa yang benar-benar mampu menerjemahkan keberadaanku. Kamu sungguh tahu itu.’

‘Jadi, bagaimana aku bisa melihat angin?’ Aku coba mengalihkan pembicaraan. Aku tahu kamu selalu benar. Dan aku tak ingin membenarkan omonganmu di hadapanmu.

Kau hanya menunjuk ilalang di padang rumput yang bergerak-gerak. Kau mengajakku ke dahan pohon, dan menyaksikan pucuk-pucuk daun yang bergoyang. Lalu, tanganmu terulur menyentuh rambutku.
Aku tersentak. Ini pertama kali tanganmu menyentuh rambutku. Ujung rambutku terlepas dari tanganmu, tersapu angin. Angin berdesir. Berembus. Semakin kencang, hingga pohon brderak. Rumput bergemerisik. Ia berdesau. Desaunya terdengar seperti suara tiupan seruling.

‘Kau baru saja melihat dan mendengar angin, Anakku.’

Aku terdiam. Begitu banyak hal sepele yang aku lupakan. Begitu banyak kejadian luar biasa, yang aku kecilkan.

Tanganmu meraih pipiku. Merangkumnya dalam satu genggaman. Matamu tetap dalam. Aku tahu, aku tenggelam di dalamnya.

‘Dan izinkan aku masuk ke dalam dirimu. Menjadi bagianmu. Jadilah kekasihku. Selamanya.’ Itu cara paling sederhana untuk saling mencintai.

‘Apakah itu kamu?’
Kamu tertawa mendengar pertanyaanku. Tawa yang gemerincing, bergaung seperti sebuah genta.

‘Kamu. Aku ada dalam kamu.’

Sesederhana itu.




Starbucks-PIM 2, October 17th, 2009

kepada Dia, ‘G’: Kamulah cinta itu.

Bermula.

siapa aku?
aku bukan penulis handal. bukan juga pengarang buku terkenal. aku hanya seorang yang biasanya suka mengotori kertasku dengan coretan-coretan..
kenapa aku disini?
kadang aku butuh tempat untuk sedikit menumpahkan isi pikiran dalam kepalaku.

Terlahir sebagai anak bungsu dari dua bersaudara dimana sang kakak adalah seorang laki-laki.
dibesarkan di bawah peranan sang ibu (yang kuanggap sebagai kepala rumah tangga) dalam sebuah keluarga kecil yang moderat sekaligus konservatif dalam hal-hal tertentu.

Aku tumbuh berkembang bersama dua pribadi dengan dominasi peran' yang sangat besar... jadi aku terbiasa bermain-main dengan pikiranku sehingga seringkali terjebak di dalamnya karena tidak mampu mengungkapkan isi pikiran yang selalu mengingatkanku bahwa aku tidaklah cukup besar dan pintar ataupun mampu untuk berbicara.

Introvert.. mungkin bisa dibilang begitu, dalam beberapa hal yang sifatnya cukup pribadi. sedikit aneh memang, karena tidak sepenuhnya sifatku tertutup atau pemalu. dalam suatu kondisi secara umum aku sangat mudah beradaptasi, melebur bersama dengan yang lainnya..

Entah sejak kapan pikiranku mulai terisi dengan berbagai macam hal. semakin hari semakin cepat otakku merespon segala sesuatu, mengumpulkan data dalam berbagai bentuk sampai ia sendiri kerepotan untuk menyusunnya, seringkali tidak pernah tersusun secara rapih. :)

Oleh karena itu aku merasa harus membagi mereka; mungkin nanti dalam perjalanannya mereka semua akan pelan-pelan tersusun rapih seperti barisan buku di perpustakaan dengan indeksnya yang jelas, mulai dari A-Z. Ah...paling tidak sedikit membantu agar isi kepala ini tidak terlalu penuh.

Kembali pada 'isi pikiranku'. jika nanti pada saat kamu membaca mereka, maafkan jika mereka membuat sedikit bingung atau justru mengajakmu masuk ke dalamnya. aku tidak menakut-nakuti, tetapi terkadang ada saatnya mereka melompat, melintasi batas sadar-ku sendiri.

*** jadi, kepada segala macam hal di kepala dan hatiku; selamat datang dan selamat menikmati tempat baru kalian!.. :p

Thursday, November 26, 2009

randomly start

I read this from Kahlil Gibran to remind me about the parents. Someday I might be one of the parents too but for now as a daughter, the words could make myself stronger everytime we had an arguments or speaking about our 'point of view'.. so here it is :)

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.
Mereka adalah putra putri dari kehidupan yang merindukan dirinya sendiri,
Mereka datang melaluimu tetapi bukan darimu,
Dan walaupun mereka tinggal bersamamu, mereka bukanlah milikmu.

Kau dapat memberikan kasih-sayangmu tetapi tidak pikiranmu,
Karena mereka mempunyai pemikiran sendiri.