Friday, November 27, 2009

Membangun Dialog Antaragama

Kalimat ini ku-kutip dari sebuah rubrik harian cetak di Indonesia, Kompas.
Ibu menyuruhku membaca catatan ini pagi tadi, semula kupikir dengan pribadi ibuku yang semakin dalam mempelajari akan 'keyakinan agamanya' (di usianya yang semakin tua, adalah hal yang wajar bagiku jika para orangtua lebih banyak menghabiskan waktu mereka dalam kegiatan keagamaan masing-masing; aku percaya itu bisa membantu menenangkan hati' beliau saat merasa gundah/kuatir akan berbagai pikiran mengenai anak-anaknya dalam menghadapi dunia) pastilah catatan ini lebih bersifat subjektif pada keyakinan kami. Hm..akan kubaca nanti saja, pikirku.
Namun segera setelah aku menyelesaikan segala urusan surat-menyurat dengan email dan sebagainya; mataku terpaku pada bacaan tersebut. Dengan foto seorang Kardinal di sampingnya, apa betul artikel ini sungguh mengacu terhadap agama tertentu sedangkan penyampaiannya melalui harian cetak nasional?? ah...rasanya tidak mungkin ya.

Ini tentang bagaimana kita belajar membangun sebuah dialog antaragama tanpa memandangnya sebagai salah satu strategi untuk menarik orang lain menjadi pemeluk agama tertentu. Melandaskan 'cinta' sebagai dasarnya. Membutuhkan ketulusan, keikhlasan, serta tingkat pemikiran yang matang sebagai kerangkanya.

satu hal yang membuatku tersenyum pagi ini, catatan mengenai satu kata' yang selama ini ada di kepalaku, tetapi pikiranku tidak pernah sampai memproses akibat jangka panjangnya :)

sifat toleransi adalah merumuskan batas.
tujuannya yaitu untuk menghindari konflik.
namun, ketika batasan itu 'tersentuh
konflik mudah terjadi.
sebaliknya dengan cinta, ia tidak memiliki batasan itu. . .

***

No comments:

Post a Comment